Waktu itu, Erik ten Hag dihadapkan pada pekan terbesar dan terberatnya sebagai manajer Manchester United: play-off Liga Europa versus Barcelona lalu disusul dengan final Piala Liga. Maka tak mengherankan ketika ia memulai pekan itu dengan mengundang Sir Alex Ferguson makan malam.
Keduanya bersantap di restoran Cibo di Wilmslow, yang masih satu area dengan rumah Fergie. Selain menikmati hidangan Italia, Ten Hag juga melahap berbagai pengetahuan dan kearifan yang dimiliki oleh manajer terhebat sepanjang sejarah Man United itu.
"Saya selalu senang berbicara dengan orang yang berpengetahuan luas, yang sangat kaya pengalaman," jelas Ten Hag, beberapa waktu kemudian. "Beliau ingin membagikannya, dia ingin membantu dan ingin mendukung. Anda bisa merasa Manchester United adalah klubnya dan beliau merasa sangat berkomitmen."
Ten Hag tak mau terlalu banyak menyingkap isi obrolan mereka, tetapi lima bulan berselang, setelah pelatih asal Belanda ini mengambil keputusan kolosal terkait masa depan Harry Maguire dan David de Gea, rasanya kita boleh menduga bahwa Ten Hag menyempatkan diri untuk berkonsultasi kepada Ferguson terkait bagaimana cara menghadapi pemain populer yang sudah 'kedaluwarsa'. Bagaimana tidak? Fergie terkenal sebagai seorang spesialis dalam hal itu.
Ten Hag baru setahun di Man United, tetapi ia cukup berhasil mengikuti jejak Ferguson, mengambil keputusan-keputusan berat nan berani yang bahkan pernah membuat pendahulu-pendahulunya ketakutan dan mati kutu. Dan, satu hal yang jelas, ia menatap masa depan klub ini dan bekerja keras demi mencapainya.
Perencanaan skuad jangka panjang adalah kunci kesuksesan Ferguson selama 26 tahun yang penuh kejayaan di Old Trafford. Dia tak pernah takut menyingkirkan pemain, tak peduli besarnya jasa yang mereka berikan untuk Manchester United.
Ferguson menceritakan bagaimana ia mengelola pemain yang mulai memasuki penurunan performa dalam kolaborasinya bersama Harvard Business School. Dalam publikasi berjudul Ferguson's Formula, pria asal Skotlandia itu menjabarkan delapan aspek kepemimpinannya di United, salah satunya ia sebut sebagai "Dare to Rebuild Your Team" atau "Berani Merombak Tim".
"Tujuannya adalah untuk berevolusi secara berangsur-angsur, menggeser pemain yang lebih tua dan mengintegrasikan pemain yang lebih muda," jelas Ferguson. "Beberapa pemain bisa bermain untuk waktu yang lama, seperti Ryan Giggs, Paul Scholes, dan Rio Ferdinand, tetapi usia harus diperhatikan."
"Yang tersulit adalah [ketika saya harus] mendepak pemain-pemain yang merupakan orang-orang hebat — tetapi semua buktinya terlihat di lapangan. Jika Anda melihat perubahan, penurunan, tanyakan pada diri Anda sendiri akan seperti apa situasinya dua tahun lagi."
Ferguson jagonya menyadari penurunan seorang pemain dan, meski ia menyebutnya sebagai "hal tersulit", ia biasanya menyampaikan keputusannya dengan berhati dingin.
Marti kita ambil contoh perlakuannya terhadap Ruud van Nistelrooy, yang saat itu mencetak 150 gol dalam lima musim. Belum lama ini mantan striker Belanda itu berbicara dengan Gary Neville di The Overlap. Di sana, ia menjelaskan bagaimana cara Ferguson memberitahunya bahwa masa baktinya di United akan segera habis hanya beberapa jam sebelum laga terakhir musim 2005/06 versus Charlton Athletic, mencoretnya dari skuad, dan melarangnya menghadiri pertandingan. Metode bengis a la Tony Soprano.
Van Nistelrooy mengenang kisahnya: "Waktu itu di hotel, ia membuat saya berangkat ke hotel untuk laga kandang. Saya ingat bangun pagi bersiap menuju pertandingan dan dalam semalam ia memutuskan dan berkata, 'Kamu tidak masuk skuad. Kamu akan dibawa ke Old Trafford dan mengambil mobilmu, titik'. Begitulah akhirnya."
"Saya ikut pramusim tetapi kita tahu ia move on tanpa saya dan menempatkan masa depan Manchester United ke tangan pemain lain, sejelas itu."
Ten Hag memang belum pernah menendang sepatu ke arah wajah pemainnya atau, setahu orang-orang, membuat mereka menangis. Tetapi ia sudah mengambil beberapa keputusan berat terkait empat pemain yang memiliki status besar di Man United. Yang pertama, ia mengambil tindakan tegas terhadap Cristiano Ronaldo, salah satu pemain terbaik di dunia, legenda United, dan seseorang yang tak suka dikritik.
Ten Hag hanya memberi Ronaldo sedikit kesempatan untuk bermain setelah ia melewatkan pramusim, dan ketika bintang Portugal itu menolak dimasukkan sebagai pengganti kontra Tottenham di bulan Oktober dan bahkan meninggalkan Old Trafford sebelum waktu penuh, Ten Hag mengasingkannya dari latihan tim pertama selama beberapa hari dan ia pun dicoret dari skuad di laga selanjutnya melawan Chelsea.
Tapi kalau boleh jujur, rasanya Ten Hag masih terlalu lunak pada Ronaldo, dan anehnya ia kembali memasukannya ke dalam tim hanya sepekan kemudian, memasangnya sebagai starter dalam empat laga beruntun sebelum Ronaldo akhirnya melakukan wawancara bombastisnya bersama Piers Morgan. Ia juga tidak menghukum Ronaldo di awal musim ketika pria 38 tahun itu meninggalkan laga pramusim kontra Rayo Vallecano lebih awal.
Pada akhirnya, kelakukan Ronaldo yang membulatkan keputusan Ten Hag merobek kontraknya saat Piala Dunia berlangsung. Tetapi Ten Hag menolak berlarut-larut membahas drama sang primadona, dan pada jumpa pers pertamanya semenjak kepergian Ronaldo, ia memberi batasan dan mengakhirinya.
"Dia sudah enyah dan masalah ini tinggal masa lalu," kata Ten Hag. "Sekarang kami menatap ke depan dan menatap masa depan."
Tindakan terbaru Ten Hag untuk menegaskan otoritasnya adalah memberitahu Harry Maguire bahwa dia bukan lagi kapten Manchester United. Sebagaimana dirinya kepada De Gea, Ten Hag tak pernah mengkritik bek sentralnya itu di depan publik, dan selalu membelanya di hadapan media meski jarang memainkannya (Maguire cuma mencatatkan delapan start di Liga Primer Inggris musim lalu).
The Dutchman could easily have left things as they were and kept Maguire as the official captain with Bruno Fernandes as the de facto skipper, as was the case for most of last season. However, continuing with the status quo would have meant giving Maguire a role that did not reflect his real standing in the squad and would have been unfair on Fernandes too. The decision may have angered Maguire, but it was also the reality check the defender needed.
It also might motivate Maguire to look for a new club, which would give United a much-needed cash injection to fund future transfers.
Source: goal.com